NEW

mengenal aimmah 4 madzhab dan usul madzhabnya

تعريف باللأئمة اللأربعة و أصول مذاهبهم      v             اللإمام أبو حنيفة ·          هو النعمان بن ثابت بن زوطى – من أصل الفار...

Selasa, 06 Maret 2018

MANHAJ ( METODE ) TAFSIR BIL MA’TSUR

MANHAJ ( METODE ) TAFSIR BIL MA’TSUR
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:
Ushul Tafsir

Dosen Pengampu:
Al Aina Al Mardhiyah


Disusun oleh:
Rufaidah
Nomor induk: 017-012-0288


AL MA’HAD AL ‘ALY LIDIROSAH AL ISLAMIYAH
HIDAYATURRAHMAN


Pilang, Masaran, Sragen, Jawa Tengah
2017 M / 1439 H

Dipresentasikan Pada: 16-11-2017 M / 27-2-1439 H


       I.            PENDAHULUAN
Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Di dalamnya terkandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, kisah-kisah, ilmu pengetahuan dan pedoman-pedoman yang mengatur cara hidup manusia baik secara individu maupun sosial untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Quran turun dengan bahasa arab sebagaimana bahasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam dan para sahabat supaya lebih mudah dipahami. Naman, tidak semua ayat dapat langsung difahami. Ada beberapa ayat yang membutuhkan penjelasan. Para sahabat  menjelaskan ayat-ayat itu menggunakan ayat lain dalam Al-Quran dan menggunakan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam.Namun, apabila tidak didapatkan dalam Al-Quran dan hadits, para sahabat menggunakan ijtihad dalam menafsirkan Al-Quran. Para sahabat memiliki keahlian yang mumpuni dalam berijtihad[1].
Perkembangan zaman juga menyertai perkembangan dalam menafsirkan Al-Quran. Beberapa metode muncul guna memahami makna Al-Quran. Namun, dalam penggunaan metode tafsir, harus mengetahui seluk beluk dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Metode tafsir yang pertama kali muncul adalah metode tafsir bil ma’tsur. Yaitu metode tertua diantara beberapa metode yang ada saat ini. Metode ini menggunakan periwayatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sehingga menjadi metode yang terkuat untuk menafsirkan Al-Quran. Namun, ada beberapa hal yang menyebabkan metode tafsir bil ma’tsur menjadi cacat atau lemah.Maka, patut bagi kita untuk mengetahui hal-hal itu supaya bisa mempelajari Al-Quran dengan benar dan terhindar dari kesesatan.

    II.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian
1.      Manhaj
Metode, prosedur, cara, jalan, gaya, pendekatan : مَنهج - مِنهج - طريق - اسلوب[2]
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Cara menyelidiki.[3]Yaitu jalan yang menunjukkan pada tujuan yang diputuskan.[4]
2.      Tafsir
Berasal dari waznتَفْعِيْلٌ   dari lafadz فسر yang bermakna penjelasan atau penyingkapan makna secara terperinci dari suatu lafadz tertentu.[5]
3.      Al-ma’tsur
Al-ma’tsur secara bahasa berasal dari kata atsara arinya bekas.
Maka, manhaj tafsir bil ma’tsur adalah metode atau jalan yang ditempuh mufassir[6] dalam menyingkap makna ayat-ayat Al-Quran mennggunakan jalur periwayatan.

B.     Pertumbuhan
Para sahabat adalah manusia yang bertemu langsung dengan nabi dan menyaksikan turunnya wahyu. Mereka belajar langsung kepada nabi dalam memahami makna ayat-ayat Al-Quran.
Dalam memahami makna yang terkandung dalam Al-Quran, para sahabat menafsirkan dengan cara dihubungkan dengan ayat Al-Quran, lalu dengan hadits nabi. Apabila pada kedua sumber tidak didapati , maka para sahabat berijtihad.
Begitu pula yang dilakukan oleh tabi’in[7]. Mereka bertalaqi[8]langsung kepada para sahabat dalam menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, Al-Quran dengan hadits, Al-Quran dengan ijtihad para sahabat. Tafsir bil ma’tsur disebut juga tafsir bir riwayah karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu Al-Quran, hadits dan yang lain. Tafsir bil ma’tsur disebut juga tafsir bi naqli, karena riwayatnya berdasarkan pemindahan dari satu orang ke orang lain.[9]
Beberapa sahabat yang terkenal dalam metode ini adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abdullah Bin Mas’ud, Abdullah Bin Abbas, Abdullah Bin Zubair Bin ‘Awam, Abu Musa Al Asy’ari, Zaid Bin Tsabit, Ubai Bin Ka’ab, Aisyah.
Dari kalangan tabi’in adalah Muhammad Bin Jabir, Sa’id Bin Jabir, Qotadah Bin Da’amah As Sudusi, Zaid Bin Aslam, Muhammad Bin Ka’ab Al Qurdhi, Hasan Al Bashri, Sa’id Bi Musayyab dan lain-lain.

C.     Sebab-Sebab Periwayatan Tafsir Bil Ma’tsur menjadi Lemah
Apabila metode tafsir bil ma’tsur menggunakan sanad-sanad yang shahih, maka tafsirnya diterima dan lebih diutamakan dari yang lain. Namun karena terjadi banyak fitnah pada tafsir bil ma’tsur, banyak dimasuki hal-hal yang tidak semestinya berada didalamnya. Maka kita harus berhati-hati dengan cara mengenal sebab-sebab yang menjadikan metode ini lemah.
Diantara sebab-sebanya yaitu:
1.      Pemalsuan
Pemalsuan dalam tafsir terjadi ketika mulai munculnya kelompok-kelompok sesat dan madzhab-madzhab yang menyimpang. Mereka ingin menyandarkan aqidah pada nash-nash Al-Quran.
Namun, ketika hadits-hadits yang menjelaskan makna ayat tidak sesuai dengan keinginan, maka mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran sesuka hati. Seperti yang dilakukan oleh Mu’tazilah, Rafidhah, sebagian besar sufi dan lain-lain.
Banyak dari pengikut suatu gerakan politik saling berlomba untuk memalsukan tafsir demi menguatkan partai mereka. Maka muncul banyak riwayat yang berbeda-beda dengan didasarkan kepada ahlul bait seperti Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas. Oleh karena itu, banyak kira dapati riwayat yang bersumber dari kedua sahabat tersebut, disebabkan pemalsuan yang dinisbatkan kepada mereka.
Didapati pula para ulama’ yang bertujuan mendekati pemerintah. Mereka rela memalsukan hadits-hadits demi kepentingan pribadi.
Banyak dari musuh-musuh kaum Muslimin yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan infiltrasi, dan memporak-porandakan Islam dari dalam. Hal ini mereka lakukan karena dendam yang mereka simpan disebabkan kekalahan mereka di medan pertempuran maupun dalam perang pemikiran dengan kaum Muslimin. Maka mulailah para kaum Munafiq ini merekayasa dan mulai memalsukan serta menyebarkan riwayat-riwayat bathil dan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Aqidah Islam, dengan tujuan untuk mendistorsi makna Islam yang hakiki.[10]
2.      Kisah-kisah israiliyat
Al-Quran banyak mengandung kisah nabi dan umat terdahuludan kejadian-kejadian. Namun, kisah-kisah tersebut hanya dipaparkan secara global. Maka, saat mempelajari Al-Quran kita harus berhati-hati dalam mengambil pelajaran dari kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa dengan mendalami dan mempelajari secara mendetail.
Saat itu, sabagian muslim ingin mengetahui lebih rinci kisah-kisah Al-Quran dari berita-berita yang berada dalam Taurat dan Injil kepada ahli kitab yang telah masuk Islam. Inilah yang disebut dengan kisah israilityat.
Dan secara mutlaq didalamnya menceritakan tentang bani Israil yang mana mereka adalah orang Yahudi. Yang dimaksud Yahudi adalah Yahudi dan Nasrani. Namun, kisah-kisah israiliyat lebih condong pada kaum Yahudi karena mereka tinggal di Madinah dan memiliki hubungan dengan orang-orang Muslim.
Dapat diketahui bahwa Taurat dan Injil telah mengalami banyak penyimpangan dan peruabahan pada isinya. Maka akan terjadi tiga kemungkinan pada kisah-kisah israiliyat. Diantaranya:
a.       Sesuai dengan syari’at Islam.
Diketahui kebenarannya dengan gamblang dan dapat diterima karena bersumber langsung dari nabi Muhammad secara langsung.[11]
b.      Yang menyelisihi syari’at.
Diketahui akan kedustaannya dan menyelisihi syariat Islam. Sehingga kemungkinan yang ini ditolak dan tidak boleh diriwayatkan kecuali hanya untuk pengetahuan akan ketidaksesuaiannya dengan syari’at dan menolaknya.
c.       Kisah israiliyat yang didiamkan atau tidak disepakati dan tidak ditolak. Jenis ini tidak diketahui kebenaran dan kebogongannya. Dalam mensikapinya, lebih baik kita berhenti dan meninggalkannya. Karena hal ini tidak memberi manfaat.
Maka dari itu, lebih baik menghindari kisah-kisah israiliyat untuk menjaga kemurnian dan kesahihan dalam menafsirkan Al-Quran.
3.      Penghapusan sanad
Semenjak zaman sahabat, para sahabat membudayakan penyebutan sanad pada setiap hadits yang diriwayatkan. Ketika ada hadits yang tidak disebutkan sanadnya, mereka langsung menanyakan sanad hadits tersebut. Karena sanad berhubungan dengan benar tidaknya suatu hadits dan layak atau tidaknya untuk dijadikan pedoman.
Kemudian pada zaman setelah sahabat yaitu zaman tabi’in, budanya penyebutan sanad dituangkan dalam tafsir oleh Sufyan Bin ‘Uyainah dan Waki’ Bin Jarah. Akan tetapi setelah itu banyak mufassir yang meringkas sanad dalam tafsirnya sehingga banyak hadits dalam tafsir yang diragukan kebenarannya.
Menurut ulama’ hal ini dinilai berbahaya dan akan menimbulkan pemahaman yang cacat. Disamping itu, salah satu metode dalam penafsiran bil ma’tsur adalah penafsiran Al-Quran dengan hadits nabi. Maka semestinya hadits yang digunakan adalah hadits-hadits yang shohih. Sedangkan tolak ukur shohih atau tidaknya suatu hadits adalah dilihat dari sanadnya.[12]
Maka wajib bagi kita untuk memastikan mengetahui sanad-sanad dalam riwayat dan menolak penyusup.
D.    Pembukuan Tafsir Bil Ma’tsur
Pengkodifikasian tafsir belum dikenal pada era sahabat, dikarenaan mereka menggunakan jalur periwayatan dan talaqi dalam penafsiran. Pada era tabi’in sudah mulai banyak terdapat pengajaran dan kuttab. Maka para tabi’in bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk membukukan ilmu termasuk ilmu tafsir.
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hillikan telah menyebutkan bahwa yang pertama kali mengarang kitab tafsir adalah Abdul Malik Bin Juraij. Namun telah banyak ulama’ yang mendahului beliau. Seperti, Ibnu Abbas telah menuliskan tafsir untuk Mujahid Bin Jabir. Sa’id Bin Jubair telah mengumpulkan lembaran-lembaran berisi tafsir untuk Abdul Malik Bin Marwan. Abu Al ‘Aliyah Ar Riyahi telah mengumpulan salinan tafsir dari Ubai Bin Ka’ab. Amru Bin ‘Ubaid seorang syaikh dari mu’tazilah juga telah menulis tafsir dari hasan Al Bashri. Zaid Bin Aslam dan Isma’il Bin Abdurrohman As Suddi telah menuliskan tafsir Al-Quran.
Maka dari itu, kita tidak bisa memastikan bahwa ibnu Juraij adalah orang pertama yang menggagas pembukuan tafsir. Namun, beliau adalah orang pertama yang membukukan tafsir ayat-ayat Al-Quran  secara keseluruhan. Karena ulama’-ulama’ di atas belum membukukan secara keseluruhan.
Yang bisa kita tentukan bahwa yang pertama kali membukuan tafsir dan sampai pada kita adalah tafsir karya Ibnu Jarir Ath Thobari. Karena karya Ibnu Juraij tidak sampai pada kita.

E.     Kitab-Kitab Tafsir Bil Ma’tsur
1.      Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayyi Al-Qurankarya Ibnu Jarir Ath-Thobari
2.      Tafsir Al-Quran Al Adzim karya Ibnu Abi Hatim Ar-Razi
3.      Bahrul ‘Ulum karya Abu Al Laits As Samarqindi
4.      Al Kasyfu Wal Bayan ‘An Tafsir Al-Quran karya Abu Ishaq As Sa’labi
5.      Ma’alimu At Tanzil karya Abu Muhammad Husain Bin Mas’ud Al Fara’ Al Bahgawi
6.      Al Muharrar Al Wajiz Fi Tafsiril Kitab Al ‘Aziz karya Ibu ‘Atiyah Al Andalusi
7.      Tafsir Al-Quran Al Adzim karya Ibu Katsir Ad Dimasyqa
8.      Al Jawahirul Hasan Fi Tafsiril Quran karya Abdurrahman Ats Tsa’labi
9.      Ad Darul Mantsur Fit Tafsir Bil Ma’tsur karya Jalaluddin As Suyuti
10.  Fathul Qodir Al Jami’ Baina Fani Ar Riwaya Wad Diroyah Min ‘Ilmit Tafsir karya Muhammad Ibnu ‘Ali Asy Syaukani
11.  Adhwaul Bayan Fi Idhohi Al-Quran Bil Quran arya Muhammad Al-Amin Asy Syanqithi

 III.            PENUTUP
Dapat kisa simpulkan bahwa metode tafsir bil ma’tsur adalah metode yang digunakan mufassir dalam memahami makna ayat Al-Quran dengan jalan periwayatan. Metode ini adalah metode yang pertama digunakan dalam penafsiran. Karena di dalamnya menggunakan periayatan-periwayatan untuk menafsirkan Al-Quran. Namun harus tetap berhati-hati dan teliti dalam pengambilan sumber-sumber untuk menafsirkan ayat Al-Quran.

 IV.            DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Quran
2.      Hamzah, muhammad mansur. Qomusika, hal: 1338. Madina, cet:1. Cairo.
3.      Poerwadarminta, W.J.S. kamus umum bahasa indonesia, hal: 649. PN Balai pustak. Jakarta.
4.      Ar-rumi, muhammad fahd bin abdurrohman bin sulaiman. Buhust fi ushul tafsir, hal: 55. Maktabah at-taubah.
5.      http://nurbaitisistalala12.blogspot.co.id/2015/04/tafsir-bil-matsur-pengertian_14.html
7.      http://bakrilogica.blogspot.co.id/2013/02/lemahnya-tafsir-bil-matsur.html





[1] Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan seseorang yang sudah belajar untuk memutuskan suatu perkara yang belum dibahas dalam Al-Quran maupun hadits.
[2]Hamzah, muhammad mansur. Qomusika, hal: 1338. Madina, cet:1. Cairo.
[3] Poerwadarminta, W.J.S. kamus umum bahasa indonesia, hal: 649. PN Balai pustak. Jakarta.
[4] Ar-rumi, muhammad fahd bin abdurrohman bin sulaiman. Buhust fi ushul tafsir, hal: 55. Maktabah at-taubah.
[5] Ibid, hal: 7
[6]Orang yanng mumpuni dalam menjelaskan dan menyimpulkan makna ayat Al-Quran.
[7]Generasi setelah sahabat.
[8]Bertatap muka dan mendengarkan langsung

[9]http://nurbaitisistalala12.blogspot.co.id/2015/04/tafsir-bil-matsur-pengertian_14.html . Diakses pada 12/11/2017 pukul: 06.06
[10] web

Tidak ada komentar:

Posting Komentar