MANHAJ ( METODE ) TAFSIR
BIL MA’TSUR
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:
Ushul Tafsir
Dosen Pengampu:
Al Aina Al Mardhiyah
Disusun oleh:
Rufaidah
Nomor induk: 017-012-0288
AL MA’HAD AL ‘ALY LIDIROSAH AL ISLAMIYAH
HIDAYATURRAHMAN
Pilang, Masaran, Sragen, Jawa Tengah
2017 M / 1439 H
Dipresentasikan Pada: 16-11-2017 M / 27-2-1439 H
I.
PENDAHULUAN
Al-Quran adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Di dalamnya terkandung hal-hal yang
berhubungan dengan keimanan, kisah-kisah, ilmu pengetahuan dan pedoman-pedoman
yang mengatur cara hidup manusia baik secara individu maupun sosial untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Quran turun
dengan bahasa arab sebagaimana bahasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
dan para sahabat supaya lebih mudah dipahami. Naman, tidak semua ayat dapat
langsung difahami. Ada beberapa ayat yang membutuhkan penjelasan. Para sahabat menjelaskan ayat-ayat itu menggunakan ayat
lain dalam Al-Quran dan menggunakan hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalam.Namun, apabila tidak didapatkan dalam Al-Quran dan hadits,
para sahabat menggunakan ijtihad dalam menafsirkan Al-Quran. Para
sahabat memiliki keahlian yang mumpuni dalam berijtihad[1].
Perkembangan
zaman juga menyertai perkembangan dalam menafsirkan Al-Quran. Beberapa metode
muncul guna memahami makna Al-Quran. Namun, dalam penggunaan metode tafsir,
harus mengetahui seluk beluk dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Metode tafsir
yang pertama kali muncul adalah metode tafsir bil ma’tsur. Yaitu
metode tertua diantara beberapa metode yang ada saat ini. Metode ini
menggunakan periwayatan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalam sehingga menjadi metode yang terkuat untuk menafsirkan
Al-Quran. Namun, ada
beberapa hal yang menyebabkan metode tafsir bil ma’tsur menjadi cacat
atau lemah.Maka, patut bagi kita untuk mengetahui hal-hal itu supaya bisa
mempelajari Al-Quran dengan benar dan terhindar dari kesesatan.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
Manhaj
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai suatu maksud. Cara menyelidiki.[3]Yaitu
jalan yang menunjukkan pada tujuan yang diputuskan.[4]
2.
Tafsir
Berasal dari waznتَفْعِيْلٌ dari
lafadz فسر yang
bermakna penjelasan atau penyingkapan makna secara terperinci dari suatu lafadz
tertentu.[5]
3.
Al-ma’tsur
Al-ma’tsur secara bahasa
berasal dari kata atsara arinya bekas.
Maka, manhaj
tafsir bil ma’tsur adalah metode atau jalan yang ditempuh mufassir[6]
dalam menyingkap makna ayat-ayat Al-Quran mennggunakan jalur periwayatan.
B.
Pertumbuhan
Para sahabat adalah manusia yang bertemu langsung dengan nabi dan
menyaksikan turunnya wahyu. Mereka belajar langsung kepada nabi dalam memahami
makna ayat-ayat Al-Quran.
Dalam memahami makna yang terkandung dalam Al-Quran, para sahabat
menafsirkan dengan cara dihubungkan dengan ayat Al-Quran, lalu dengan hadits
nabi. Apabila pada kedua sumber tidak didapati , maka para sahabat berijtihad.
Begitu pula yang dilakukan oleh tabi’in[7].
Mereka bertalaqi[8]langsung
kepada para sahabat dalam menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, Al-Quran dengan
hadits, Al-Quran dengan ijtihad para sahabat. Tafsir bil ma’tsur
disebut juga tafsir bir riwayah karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu
Al-Quran, hadits dan yang lain. Tafsir bil ma’tsur disebut juga tafsir bi
naqli, karena riwayatnya berdasarkan pemindahan dari satu orang ke orang
lain.[9]
Beberapa sahabat yang terkenal dalam metode ini adalah Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Abdullah Bin Mas’ud, Abdullah Bin Abbas, Abdullah Bin Zubair Bin
‘Awam, Abu Musa Al Asy’ari, Zaid Bin Tsabit, Ubai Bin Ka’ab, Aisyah.
Dari kalangan tabi’in adalah Muhammad Bin Jabir, Sa’id Bin
Jabir, Qotadah Bin Da’amah As Sudusi, Zaid Bin Aslam, Muhammad Bin Ka’ab Al
Qurdhi, Hasan Al Bashri, Sa’id Bi Musayyab dan lain-lain.
C.
Sebab-Sebab Periwayatan Tafsir Bil Ma’tsur menjadi Lemah
Apabila metode tafsir bil ma’tsur menggunakan sanad-sanad
yang shahih, maka tafsirnya diterima dan lebih diutamakan dari yang
lain. Namun karena terjadi banyak fitnah pada tafsir bil ma’tsur, banyak
dimasuki hal-hal yang tidak semestinya berada didalamnya. Maka kita harus
berhati-hati dengan cara mengenal sebab-sebab yang menjadikan metode ini lemah.
Diantara sebab-sebanya yaitu:
1.
Pemalsuan
Pemalsuan dalam tafsir terjadi ketika mulai munculnya
kelompok-kelompok sesat dan madzhab-madzhab yang menyimpang. Mereka
ingin menyandarkan aqidah pada nash-nash Al-Quran.
Namun, ketika hadits-hadits yang menjelaskan makna ayat tidak
sesuai dengan keinginan, maka mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran sesuka
hati. Seperti yang dilakukan oleh Mu’tazilah, Rafidhah, sebagian
besar sufi dan lain-lain.
Banyak dari pengikut suatu gerakan politik saling berlomba untuk
memalsukan tafsir demi menguatkan partai mereka. Maka muncul banyak riwayat
yang berbeda-beda dengan didasarkan kepada ahlul bait seperti Ali bin
Abi Thalib dan Ibnu Abbas. Oleh karena itu, banyak kira dapati riwayat yang
bersumber dari kedua sahabat tersebut, disebabkan pemalsuan yang dinisbatkan kepada mereka.
Didapati
pula para ulama’ yang bertujuan mendekati pemerintah. Mereka rela memalsukan
hadits-hadits demi kepentingan pribadi.
Banyak dari musuh-musuh kaum
Muslimin yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan infiltrasi, dan
memporak-porandakan Islam dari dalam. Hal ini mereka lakukan karena dendam yang
mereka simpan disebabkan kekalahan mereka di medan pertempuran maupun dalam perang
pemikiran dengan kaum Muslimin. Maka mulailah para kaum Munafiq ini merekayasa
dan mulai memalsukan serta menyebarkan riwayat-riwayat bathil dan
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Aqidah Islam, dengan tujuan untuk
mendistorsi makna Islam yang hakiki.[10]
2. Kisah-kisah israiliyat
Al-Quran banyak mengandung kisah
nabi dan umat terdahuludan
kejadian-kejadian. Namun, kisah-kisah tersebut hanya dipaparkan secara global. Maka, saat mempelajari Al-Quran kita harus berhati-hati dalam mengambil
pelajaran dari kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa dengan mendalami dan
mempelajari secara mendetail.
Saat itu, sabagian muslim ingin mengetahui lebih rinci kisah-kisah
Al-Quran dari berita-berita yang berada dalam Taurat dan Injil kepada ahli kitab
yang telah masuk Islam. Inilah yang disebut dengan kisah israilityat.
Dan secara mutlaq didalamnya menceritakan tentang bani Israil
yang mana mereka adalah orang Yahudi. Yang dimaksud Yahudi adalah Yahudi dan Nasrani.
Namun, kisah-kisah israiliyat lebih condong pada kaum Yahudi karena mereka
tinggal di Madinah dan memiliki hubungan dengan orang-orang Muslim.
Dapat diketahui bahwa Taurat dan Injil telah mengalami banyak penyimpangan dan peruabahan pada isinya. Maka akan terjadi tiga kemungkinan pada
kisah-kisah israiliyat. Diantaranya:
a.
Sesuai dengan syari’at Islam.
Diketahui
kebenarannya dengan gamblang dan dapat diterima karena bersumber langsung dari
nabi Muhammad secara langsung.[11]
b.
Yang menyelisihi syari’at.
Diketahui
akan kedustaannya dan menyelisihi syariat Islam. Sehingga kemungkinan
yang ini ditolak dan tidak boleh diriwayatkan kecuali hanya untuk pengetahuan akan
ketidaksesuaiannya dengan syari’at dan menolaknya.
c.
Kisah israiliyat yang didiamkan atau tidak
disepakati dan tidak ditolak. Jenis ini tidak diketahui kebenaran dan
kebogongannya. Dalam mensikapinya, lebih baik kita berhenti dan
meninggalkannya. Karena hal ini tidak memberi manfaat.
Maka dari itu,
lebih baik menghindari kisah-kisah israiliyat untuk menjaga kemurnian dan kesahihan
dalam menafsirkan Al-Quran.
3.
Penghapusan sanad
Semenjak zaman sahabat, para sahabat
membudayakan penyebutan sanad pada setiap hadits yang diriwayatkan.
Ketika ada hadits yang tidak disebutkan sanadnya, mereka langsung
menanyakan sanad hadits tersebut. Karena sanad berhubungan dengan
benar tidaknya suatu hadits dan layak atau tidaknya untuk dijadikan pedoman.
Kemudian pada zaman setelah sahabat yaitu
zaman tabi’in, budanya penyebutan sanad dituangkan dalam tafsir
oleh Sufyan Bin ‘Uyainah dan Waki’ Bin Jarah. Akan tetapi setelah itu banyak
mufassir yang meringkas sanad dalam tafsirnya sehingga banyak hadits
dalam tafsir yang diragukan kebenarannya.
Menurut ulama’ hal ini dinilai berbahaya dan akan
menimbulkan pemahaman yang cacat. Disamping itu, salah satu metode dalam
penafsiran bil ma’tsur adalah penafsiran Al-Quran dengan hadits
nabi. Maka semestinya hadits yang digunakan adalah hadits-hadits yang shohih.
Sedangkan tolak ukur shohih atau tidaknya suatu hadits adalah dilihat
dari sanadnya.[12]
Maka wajib bagi
kita untuk memastikan mengetahui sanad-sanad dalam riwayat dan menolak
penyusup.
D.
Pembukuan Tafsir Bil Ma’tsur
Pengkodifikasian tafsir belum
dikenal pada era sahabat, dikarenaan mereka menggunakan jalur periwayatan dan talaqi
dalam penafsiran. Pada era tabi’in sudah mulai banyak terdapat
pengajaran dan kuttab. Maka para tabi’in bersemangat dan
bersungguh-sungguh untuk membukukan ilmu termasuk ilmu tafsir.
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hillikan telah menyebutkan
bahwa yang pertama kali mengarang kitab tafsir adalah Abdul Malik Bin Juraij.
Namun telah banyak ulama’ yang mendahului beliau. Seperti, Ibnu Abbas telah
menuliskan tafsir untuk Mujahid Bin Jabir. Sa’id Bin Jubair telah mengumpulkan
lembaran-lembaran berisi tafsir untuk Abdul Malik Bin Marwan. Abu Al ‘Aliyah Ar
Riyahi telah mengumpulan salinan tafsir dari Ubai Bin Ka’ab. Amru Bin ‘Ubaid
seorang syaikh dari mu’tazilah juga telah menulis tafsir dari hasan Al
Bashri. Zaid Bin Aslam dan Isma’il Bin Abdurrohman As Suddi telah menuliskan
tafsir Al-Quran.
Maka dari itu, kita tidak bisa memastikan
bahwa ibnu Juraij adalah orang pertama yang menggagas pembukuan tafsir. Namun,
beliau adalah orang pertama yang membukukan tafsir ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan. Karena ulama’-ulama’ di
atas belum membukukan secara keseluruhan.
Yang bisa kita tentukan bahwa yang pertama
kali membukuan tafsir dan sampai pada kita adalah tafsir karya Ibnu Jarir Ath
Thobari. Karena karya Ibnu Juraij tidak sampai pada kita.
E.
Kitab-Kitab Tafsir Bil Ma’tsur
1.
Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayyi Al-Qurankarya Ibnu Jarir Ath-Thobari
2.
Tafsir Al-Quran Al Adzim karya
Ibnu Abi Hatim Ar-Razi
3.
Bahrul ‘Ulum karya
Abu Al Laits As Samarqindi
4.
Al Kasyfu Wal Bayan ‘An Tafsir Al-Quran karya Abu Ishaq As Sa’labi
5.
Ma’alimu At Tanzil karya
Abu Muhammad Husain Bin Mas’ud Al Fara’ Al Bahgawi
6.
Al Muharrar Al Wajiz Fi Tafsiril Kitab Al ‘Aziz karya Ibu ‘Atiyah Al Andalusi
7.
Tafsir Al-Quran Al Adzim karya
Ibu Katsir Ad Dimasyqa
8.
Al Jawahirul Hasan Fi Tafsiril Quran karya Abdurrahman Ats Tsa’labi
9.
Ad Darul Mantsur Fit Tafsir Bil Ma’tsur karya Jalaluddin As Suyuti
10.
Fathul Qodir Al Jami’ Baina Fani Ar Riwaya Wad Diroyah Min ‘Ilmit
Tafsir karya Muhammad
Ibnu ‘Ali Asy Syaukani
11.
Adhwaul Bayan Fi Idhohi Al-Quran Bil Quran arya Muhammad Al-Amin Asy Syanqithi
III.
PENUTUP
Dapat kisa
simpulkan bahwa metode tafsir bil ma’tsur adalah metode yang digunakan mufassir
dalam memahami makna ayat Al-Quran dengan jalan periwayatan. Metode ini
adalah metode yang pertama digunakan dalam penafsiran. Karena di dalamnya
menggunakan periayatan-periwayatan untuk menafsirkan Al-Quran.
Namun harus tetap berhati-hati dan teliti dalam
pengambilan sumber-sumber untuk menafsirkan ayat Al-Quran.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-Quran
2.
Hamzah,
muhammad mansur. Qomusika, hal: 1338. Madina, cet:1. Cairo.
3.
Poerwadarminta,
W.J.S. kamus umum bahasa indonesia, hal: 649. PN Balai pustak. Jakarta.
4.
Ar-rumi,
muhammad fahd bin abdurrohman bin sulaiman. Buhust fi ushul tafsir, hal:
55. Maktabah at-taubah.
5.
http://nurbaitisistalala12.blogspot.co.id/2015/04/tafsir-bil-matsur-pengertian_14.html
7.
http://bakrilogica.blogspot.co.id/2013/02/lemahnya-tafsir-bil-matsur.html
[1] Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan seseorang yang sudah belajar
untuk memutuskan suatu perkara yang belum dibahas dalam Al-Quran maupun hadits.
[2]Hamzah, muhammad mansur. Qomusika, hal: 1338. Madina, cet:1.
Cairo.
[3] Poerwadarminta, W.J.S. kamus umum bahasa indonesia, hal: 649.
PN Balai pustak. Jakarta.
[4] Ar-rumi, muhammad fahd bin abdurrohman bin sulaiman. Buhust fi
ushul tafsir, hal: 55. Maktabah at-taubah.
[5] Ibid, hal: 7
[6]Orang yanng mumpuni dalam menjelaskan dan menyimpulkan makna ayat
Al-Quran.
[7]Generasi setelah sahabat.
[8]Bertatap muka dan mendengarkan langsung
[9]http://nurbaitisistalala12.blogspot.co.id/2015/04/tafsir-bil-matsur-pengertian_14.html
. Diakses pada 12/11/2017 pukul: 06.06
[10] web
Tidak ada komentar:
Posting Komentar