NEW

mengenal aimmah 4 madzhab dan usul madzhabnya

تعريف باللأئمة اللأربعة و أصول مذاهبهم      v             اللإمام أبو حنيفة ·          هو النعمان بن ثابت بن زوطى – من أصل الفار...

Sabtu, 26 Mei 2018

IMAM AT-THABARI



NASAB DAN KELAHIRAN IMAM AT-THABARI
Nama lengkap Imam at-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir  bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amuly. Dia lahir di kota Amuli, yaitu bagian dari daerah Thabristan pada tahun (menurut pendapat yang lebih rojih) 224 H atau sekitar 839-840 M. Dia memperoleh gelar Abu Ja’far sebagai tanda penghormatan terhadap. Ja’far sendiri merupakan sebutan bagi sungai yang besar dan luas.
Jika kita menengok pada masa at-Thabari kecil tumbuh, maka kita akan mendapati bahwasanya dia tumbuh ditengah keluarga yang sederhana dan memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan terutama dalam bidang agama. Serta masa tumbuh at-Thabari adalah masa  dimana tradisi keilmuan islam berada pada puncak kemajuan dan kesuksesan dalam bidang pemikiran. Hal ini terbukti dengan munculnya para ulama pada masa itu dari daerah tersebut, seperti Ahmad bin Harun al-Amuli, Abu Ishaq bin Basyar al-Amuli, Abdullah bin Hammad al-Amuli dan ulama besar lainnya. Hal itu pula yang mendorong at-Thabari tumbuh mencintai ilmu.
Mengkaji dan menghafal al-Qur’an merupakan tradisi yang selalu ditanamkan dengan subur pada anak keturunan keluarga at-Thabari termasuk at-Thabari sendiri. Berkat motivasi dan pengarahan (terutama) dari ayahnya serta perbekalan kecerdasan tinggi, pada saat usia tujuh tahun at-Thabari sudah hafal al-Qur’an, lalu menjadi imam shalat dan menulis hadits saat umurnya belum genap sembilan tahun. Isyarat akan kebesaran at-Thabari telah dirasakan oleh ayahnya. Suatu ketika ayah beliau pernah bermimpi bahwa Rasulullah menghampiri at-Thabari seraya memegang tangannya dan memberikan segenggam batu-batuan kepadanya. Lalu  mimpi tersebut dita’wilkan oleh ahli tafsir mimpi sebagai pertanda bahwa at-Thabari dimasa yang akan datang akan berperan sebagai pemelihara syri’atnya. Dari mimpi itulah ayahnya semakin semangat dalam memotivasi anaknya untuk mencari ilmu, meski saat itu umur at-Thabari masih terbilang sangat belia.
At-Thabari memulai perjalanan menuntut ilmu pasca tahun 240 H, yaitu ketika ia berumur 16 tahun. Ia banyak menjelajahi bumi, bertemu dengan para tokoh mulia, menyodorkan bacaan al-Qur’an kepada al-‘Abbas bin Walid, kemudian pindah darinya menuju Madinah, kemudian Mesir, Ray dan Khurasan. Lalu akhirnya menetap di Baghdad.
Banyak kota yang ia singgahi sampai tidak puas dengan hanya memasukinya sekali, ia memasuki kota tersebut beberapa kali untuk memuaskan hasrat keilmuannya. Diantara kota-kota tersebut adalah Baghdad. Di kota inilah ia mengambil madzhab Syafi’iyah dari Hasan Za’farani. Kemudian Bashrah, di kota ini ia belajar hadits kepada Abu Abdullah as-Shan’ani. Lalu Kufah. Di sana ia belajar ilmu puisi kepada Tsa’lab dan masih banyak lagi kota lainnya seperti Mesir, Beirut, dan Damaskus. Pada akhirnya Imam at-Thabari sempat pulang ke tanah kelahirannya pada tahun 290 H, yaitu ketika ia berumur 66 tahun. Namun tak lama kemudian ia kembali ke Baghdad dan menjadikannya sebagai tempat persinggahan terakhir untuk mencurahkan seluruh aktifitas ilmiyahnya hingga ia wafat.
GURU-GURU DAN MURID-MURID AT-THABARI
Guru at-Thabari lebih dari 40 orang, diantaranya; Muhammad bin Abdul Malik bin Abi asy-Syawarib, Ismail bin Musa as-Suddi, Ishaq bin Abu Isroil, Muhammad bin Abi Mas’ar dan yang lainnya. Bahkan didalam tafsirnya didapatkan bahwa ia memiliki 62 guru.
Karena kedalaman ilmu Imam at-Thabari, maka wajar saja bila orang-orang berlomba untuk menampung samudra ilmu yang terpancar darinya. Berikut adalah nama ulama yang mengambil ilmu dari beliau: Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Nashr, Ahmad bin Qasim bin Ubaidillah bin Mahdi. Teman at-Thabari, Ahmad bin Abdullah bin Farhan al-Farghani meriwayatkan karangan dari Ibnu Jarir. Di antara kitab karangan Imam al-Farghani adalah Sirah al-Aziz Sulthan al-Mishr dan kitab Sirah Kafur al-Ihsyidi.
Diceritakan, pernah al-Mukafi (khalifah) ingin mewakafkan yang sudah disepakati oleh para ulama, lalu ia menghadirkan Ibnu Jarir untuk itu, kemudian ia mendiktekan sebuah kitab mengenai hal itu. Setelah itu ia diberi hadiah namun ia menolaknya. Lantas, ada yang mengatakan kepadanya,Harus diambil untuk memenuhi kebutuhanmu”. Lalu ia berkata,Mintalah kepada Amiirul Mu’minin agar malarang pengemis meminta-minta pada hari Jum’at”. Lalu Amirul Mu’minin pun melakukannya. Demikian pula, pernah seorang menteri memintanya agar mengarang sebuah buku tentang fikih, lalu ia mengarang untuk sebuah buku ringan, lalu ia diberi uang sejumlah 1000 dinar namu lagi-lagi ia menolaknya.
Imam Ibnu Jarir at-Thabari telah membuat nasyid untuk mengungkapkan dirinya sendiri. Nasyid itu berbunyi sebagai berikut,
Temanku tidak tau biar kondisiku terjepit
Tahunya aku bahagia karena aku tidak pernah menjerit
Perasaan maluku memenuhi muka
Dengan lembut semua aku adukan kepada-Nya
Kalau rela mengemis dan meminta
Bagiku kemuliaan dunia jalan terbuka

Ia juga mempunyai syair lain,
            Dua akhlaq yang tidak aku suka
Kaya sombong dan miskin mengiba
Jika Anda kaya sombong janganlah ada
Jika miskin tunggulah masa

PERKATAAN SEJUMLAH ULAMA MENGENAI BELIAU
Al-Farghani berkata,”Muhammad bin Jarir at-Thabari tidak takut celaan dan cercaan manusia, biarpun itu terasa menyakitkan. Cercaan itu muncul dari orang-orang bodoh, hasud dan mengingkarinya. Adapun manusia yang berilmu dan ahli dalam menjalankan agama, maka mereka tidak akan mengingkari kapasitas dan kredibilitas Muhammad bin Jarir.”
Mereka juga mengakui kezuhudannya dari dunia dan qana’ahnya dengan merasa cukup menerima sepetak tanah kecil peninggalan ayahnya di Thabaristan. Perdana mentri al-Khaqani telah bertaqlid kepadanya, lalu ia mengirim uang dalam jumlah yang besar kepadanya, aka tetapi ia menolak pemberian tersebut. Ketika Ibnu Jarir at-Thabari ditawari kedudukan qadhi (hakim) dengan jabatan Wilayah al-Madzalim, ia pun menolaknya.
Akibat penolakan ini, teman-teman Ibnu Jarir mencelanya. Mereka berkata, “Ketika kamu menerima jabatan ini, maka kamu akan mendapatkan gaji tinggi dan akan dapat menghidupkan pengajian Sunnah yang kamu laksanakan,”
Pada dasarnya, mereka ingin sekali memperoleh jabatan tersebut. Namun dengan perkataan itu, akhirnya Ibnu Jarir membentak mereka seraya berkata, “sungguh, aku mengira kalian akan mencegahku ketika aku senang terhadap jabat tersebut!.”
Dia menjalani kehidupannya dengan zuhud dalam urusan harta, sehingga ia tidak pernah memikirkan untuk mengumpulkannya. Tatkala hidupnya terputus dari kegiatan safar untuk menimba ilmu, maka sisa usianya difokuskan untuk menulis, berkarya dan mengajarkan ilmu yang ia miliki kepada orang lain.
Berdasarkan perkiraan, besar kemungkinan karena kehausan at-Thabari terhadap ilmu dan perhatiannya hanya untuk ilmu, hal itu adalah sebab utama untuk membujang sampai ia meninggal, tanpa menikah dengan siapa pun. Berangkat dari sinilah, Imam at-Thabari banyak menelurkan karya, ilmunya dalam, lebih banyak waktu mengajar sehingga manusia memperoleh manfaat darinya secara umum. Bahkan ia memiliki karya yang tidak ada satu orang pun yang bisa menandingi kehebatan karyanya ini, yaitu Jami’ul Bayan fi Tafsiir al-Qur’an dalam bidang tafsir, lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari dan Tarikh al-Imam wa al-Muluk dalam bidang sejarah, lebih dikenal dengan Tarikh at-Thabari.
Al-Khatib pernah berkata bahwasanya Imam Ibnu Jarir adalah salah satu sesepuh dari para ulama. Perkataannya bijaksana dan  pendapatnya selalu dibutuhkan karena luasnya pengetahuan dan tingginya tingkat kemulian. Beliau juga telah mengumpulkan ilmu yang tidak pernah ada seorang pun melaksanakannya semasa hidupnya. Beliau adalah seorang Hafidz, pandai dalam Ilmu Qira’at, Ilmu Ma’ani, Faqih tehadap hukum-hukum yang ada di dalam al-Qur’an, memahami sunnah dan ilmu cabangnya, serta dapat membedakan yang shahih dan yang cacat, nasikh dan mansukhnya. Juga mengetahui atsar shahabat dan tabi’in, bahkan beliau mengetahui sejarah hidup manusia dan keadaan mereka. Beliau juga memiliki kitab-kitab yang membahas “Ilmu Ushul Fiqih” dan pilihan dari perkataan-perkataan para fuqahaa’.
PENGARUH IMAM AT-THABARI TERHADAP FIKIH
Ia memiliki pengaruh yang besar terhadap fikih. Bahkan pada abad ke-9 hingga 10 M terdapat madzhab fiqhy ahlussunnah yang disebut dengan madzhab Jariri. Ya, madzhab ini dinisbatkan kepadanya, Muhammad bin Jarir at-Thabari. Pengikut murni madzhab ini terus menyusut hingga akhirnya madzhab ini bisa dikatakan punah, namun sejatinya sebagian besar ajarannya sudah terwakili, berpengaruh, dan tersebar pada madzhab-madzhab fikih yang masih bertahan hingga sekarang. Dibuktikan dengan masih digunakannya karya-karya Imam at-Thabari pada banyak madzhab sunni, terutama kitab tafsir beliau, Tafsir at-Thabari.


HARI WAFAT IMAM AT-THABARI
Tatkala tiba waktu shalat dzuhur pada hari senin, yaitu hari dimana ia wafat, ia meminta air untuk memperbaharui wudhu beliau. Ketika dikatakan, “ akhirkanlah shalat dzuhur dan gabungkanlah dengan shalat ashar.” Maka ia tidak mau dan akhirnya ia menunaikan shalat dzuhur sendiri dan shalat ashar pada waktunya dengan menyempurnakan bilangan rakaatnya.
Pada waktu itu, hadir para ulama, diantaranya Abu Bakar Kamil. Ibnu Kamil berkata menjelang hembusan nafas terakhir Imam at-Thabari, “Wahai Abu Ja’far, kamu adalah hujjah antara kami dengan Allah atas agama kami. Mungkinkah kamu berwasiat sesuatu kepada kami untuk urusan agama kami? Tolong jelaskan wasiat itu. Kami sangat berharap, dengan melaksanakan wasiatmu itu, kami selamat ketika kembali menghadap-Nya.”
Maka Ibnu Jarir menjawab, “Wasiatku kepada kalian adalah kerjakan apa-apa yang telah aku tulis dalam kitab-kitab karyaku dan jangan menyalahinya. Perbanyaklah mengerjakan shalat dan  berdzikir.” Setelah itu, Ibnu Jarir mengusapkan kedua tangannya ke wajahnya untuk memejamkan kedua matanya dengan membenangkan jari-jari tangannya. Pada saat demikianlah, ruhnya meninggalkan jasadnya.
Ahmad bin Kamil berkata, “ Ibnu Jarir meninggal pada sore hari ahad, dua hari sisa bulan Syawal tahun 310 H. Dia dimakamkan di rumahnya, di mihrab Ya’qub, Baghdad. Pada saat ia meninggal ubannya tidak berubah dan rambutnya masih banyak yang berwarna hitam. Dia berkulit sawo matang, bermata lebar, berbadan kurus dan tinggi serta bicaranya fashih. Banyak sekali manusia yang mengiringi jenazahnya, hanya Allah yang mengetahui jumlah mereka.
Shalat jenazah terjadi sampai berbulan-bulan. Baik di waktu siang maupun malam. Para pujangga dan ahli agama banyak yang menangisi kepergiannya. Lukisan kesedihan manusia dituliskan oleh Abu Said Ibnul Arabi dengan berkata,
Ini petuah yang agung dan peristiwa menggemparkan
Kepergiannya seperti dirinya dibutuhkan banyak kesabaran
Banyak bermunculan orang berilmu tinggi
Tetapi tidak sebanyak yang dikuasai Ibnu Jarir at-Thabari









DAFTAR PUSTAKA


adz-Dzahabi.2010.Siyar A’lamin Nubalaa’.Beirut: Daarul Kutub al-Ilmiyah


al-Hamawi, Abu Abdillah Yaqut al-Rumi.1991.Mu’jam al-Udabaa’.Beirut:Daarul Kutub al-Ilmiyah

at-Thabari, Muhammad Ibnu Jarir.1992.Tarikhul Umam wal Mulk.Beirut:Daarul Kutub al-Ilmiyah


Faris, Ahmad.2008.60 Biografi Ulama Salaf.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,

https://id.wikipedia.org/wiki/Madzhab_Jariri, pada tanggal 2 mei 2018 pukul 14.00.


oleh ; Andini Prisma Roswati



Tidak ada komentar:

Posting Komentar