Oleh
: Andini Prima Roswati*
Dengan
berjalannya waktu, bergantinya generasi, berlalunya peradaban, bumi ini selalu
mengalami perubahan warna. Generasi zaman Jokowi tentu berbeda dengan generasi
zaman Habibi. Itu pasti. Fakta yang terjadi saat ini adalah adanya konflik
horizontal yang tidak terlepas dari rendahnya moralitas generasi. Hantaman
budaya asing yang menganut paham sebebas-bebasnya telah merubah karakter
generasi muda yang selayaknya religius menjadi bangsa yang permisif dan mudah
terprofokasi, terlena dengan kesenangan dan lupa akan tanggung jawab sebagai
seorang pemuda.
Pembunuhan dan pelecehan
seksual terjadi dimana-mana, minuman keras dikonsumsi oleh anak berusia dibawah
umur, seorang anak berani membentak dan berkata kasar terhadap ibunya. Hasil
survei yang dilakukan salah satu lembaga KOMNAS PA dan BNN tahun 2017, tercatat
63% remaja Indonesia tingkat SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seks di luar
nikah dan 22% pengguna narkotika di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan
mahasiswa. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kurangnya nilai spiritual pada
jiwa anak bangsa dan pengaruh budaya luar adalah hal yang paling mengakibatkan rusaknya
moral generasi muda.
Mengapa budaya luar atau lebih
tepatnya budaya barat yang disalahkan dan disangkutkan dengan agama? Karena
fakta menunjukkan bahwa keduanya sangat berkaitan. Negeri barat lah yang
sekarang menjadi negeri adidaya, dan penguasa negeri tersebut memiliki visi dan
misi untuk menjauhkan para generasi dari agama mereka sendiri. Terutama agama
Islam. Hal ini sudah disebutkan dalam kitab pedoman kaum muslimin, yakni
al-Qur’an al-Karim tepatnya pada surat al-Baqarah ayat 120 yang berbunyi, “Dan
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela
kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka…”
Terbukti oleh data, bahwa Yahudi
memiliki beberapa program untuk merusak dunia. Diantara program mereka yaitu, pertama
: menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, kedua : libarim,
menuntut kesetaraan gender dan bolehnya nikah antar agama yang akhirnya
melahirkan generasi pluralism, ketiga : program protokol, yaitu
penghancuran ekonomi suatu bangsa agar kemudian bangsa tersebut tergantung
kepada Yahudi, serta meruntuhkan suatu negara yang membenci Yahudi dan
mengangkat penguasa baru (peguasa boneka) yang dapat dipermainkan oleh aktifis Yahudi.
Dan masih banyak lagi program Yahudi yang tidak mungkin disebutkan semuanya
disini.
Semua yang tercatat di atas
adalah fakta. Fenomena ini hendaknya menjadi renungan bagi kita semua, bagi
muslim yang tua maupun yang muda, yang sederhana maupun yang kaya. Generasi
Indonesia mayoritasnya adalah pemuda muslim yang tidak sadar akan makar musuh
yang mengintai mereka, tidak sadar bahwa saat ini sedang terjadi perang
ideologi.
Sebaik baik Pendidikan Karakter
Mari bagi para generasi untuk
kembali pada ikatan yang hakiki. Dahulu kita memiliki sejarah kejayaan.
Kejayaan tentu dihasilkan dari karakter yang cemerlang. Bukan hanya teori, Islam
mendidik untuk implementasi. Dan ini sudah banyak dicontohkan oleh para
pendahulu kita dan akhirnya, kesuksesan dunia akhirat yang mereka pegang.
Kunci pertama pendidikan
karakter para sahabat adalah al-Qur’an.
Mempelajarinya tentu tanpa akulturasi pemikiran sendiri-sendiri. Bahkan
ketika ajaran baru itu bertentangan dengan ajaran Jahiliyah mereka, serta merta
mereka akan mengganti syari’at Jahiliyah dengan syari’at Islam. Sebagai
generasi muslim, mari kita memperbanyak interaksi kita terhadap al-Qur’an,
memahami dan mengimplikasi.
Kunci kedua adalah
metodologi belajar. Spirit yang muncul ketika belajar al-Qur’an adalah
implikasi bukan investarisasi. Ketahuilah manfaat dan aplikasi ilmu yang
dipelajari. Dalam sejarah tercatat bahwa para sahabat tidak akan mempelajari
ayat baru sebelum kandungan ayat yang sudah mereka pelajari telah teraplikasi.
Kunci ketiga adalah
motivasi belajar. Motivasi utama untuk mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an
adalah karena Allah semata. Niat inilah yang meluruskan sikap para sahabat
dalam belajar sehingga mengenyahkan kata “tidak bisa” setiap kali
mempelajari hal-hal baru. Sehingga tidak ada kata berat dalam implementasi.
Contohnya adalah perkara khamr, khamr adalah minuman kegemaran
mereka saat jahiliyah, namun ketika datang perintah meninggalkannya maka mereka
maninggalkannya dengan suka cita. Begitu juga dengan jihad. Mereka tidak ragu
untuk menyerahkan separuh bahkan seluruh harta mereka untuk jihad, bahkan jiwa
sekalipun. Ini buka sihir, semua terjadi karena kesadaran mereka akan hakikat
kehidupan.
Ini adalah bukti implementasi
pendidikan karakter yang sangat baik. Islam dan al-Qur’an adalah rujukan
terbaik bagi pengembangan pendidikan karakter di zaman apapun. Al-Qur’an memuat
kisah-kisah ummat terdahulu yang bisa kita petik pelajaran darinya, memuat
perintah dan larangan yang maslahatnya akan kembali kepada diri masing-masing
yang mempraktekkannya atau bahkan sekelilignya. Juga memuat kabar gembira Surga
dan Neraka yang memotivasi mereka untuk meninggalkan larangan dan mengerjakan
perintah.
Al-Qur’an mengatur hubungan
manusia dengan Penciptanya, manusia dengan manusia, bahkan manusia dengan
lingkungannya. Sangat berintegritas bukan?
Usia kita bukanlah rentetan
angka, lebih dari itu, ia merupakan rentetan prestasi dan amal. Maka orientasi
hidup kita sebagai generasi muslim adalah kontribusi terbaik kepada ummat,
menciptakan amal-amal jariyah yang menghasilkan karya-karya produktif dan
prestatif. Inilah yang dirindukan kehadirannya, generasi Islam yang membawa
perubahan.
*Mahasantri program studi fikih dan ushul fikih
Ma’had ‘Aly Hidayaturrahman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar