Bagaimana
hukum mengerjakan puasa secara terus menerus? Puasa secara terus menerus
disebut juga dengan puasa dahr. Terdapat beberapa pendapat ulama
mengenai puasa dahr. Diantaranya yaitu:
Al-Ghazali
mengatakan sunnah, Al-Baghawi berpendapat makruh dan jumhur ulama mengatakan
makruh apabila dikhawatirkan akan terjadi bahaya atau menghilangkan hak
seseorang.
Diantara
puasa thatawwu’ yang disunnahkan adalah:
1.
Puasa pada hari Senin dan Kamis
Sebagaimana sabda Rasulullah: “Segala
perbuatan manusia pada hari Senin dan Kamis akan diperiksa oleh malaikat,
karena itu aku senang ketika amalan perbuatanku diperiksa aku berpuasa.”
2.
Ayyamul bidh
“Rasulullah memerintahkan
kepada kami untuk berpuasa pada hari putih selama tiga hari setiap bulan: yaitu
pada tanggal 13 14 15. Dan beliau menyatakan, ”Puasa itu bagaikan puasa sepanjang tahun. ”(Diriwayatkan oleh an-Nasa’i No 2422 dan Ibnu Hibban No
3656 dan beliau menshahihkannya).
3.
Puasa di hari-hari terakhir pada setiap bulan Qomariyah
Yaitu puasa pada hari-hari gelap (tanggal 28
dan hari-hari berikutnya). Dikhususkan puasa pada hari-hari terang dan gelap.
4.
Puasa enam hari bulan Syawal
“Barangsiapa berpuasa pada
bulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka
ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (Diriwayatkan oleh Muslim No
1164).
5.
Puasapada tanggal sembilan dan sepuluh di bulan
Muharram
6.
Puasa pada hari ‘Arafah (tanggal sepuluh Dzul
Hijjah)
“Puasa pada hari ‘Arafah dapat menghapus dosa-dosa selama dua tahun, satu tahun
sebelumnya dan satu tahun yang akan datang. Sedangkan puasa ‘Asyura menghapus dosa-dosa satu tahun sebelumnya. (Diriwayatkan
oleh Muslim No 1162)
Puasa ‘Arofah disunnahkan bagi
muslim yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Al Baghawi berkata: “ Yang utama bagi orang yang berhaji adalah tidak berpuasa.”
7.
Puasa pada bulan-bulan haram (Dzul Qa’dah,
Rajab dan Muharram).
Bulan-bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadhan
adalah bulan-bulan haram, yaitu Dzulqo’dah, Rajab dan Muharram. Yang
paling utama adalah pada bulan muharram.
Perlu
diketahui bahwa hukumnya makruh bagi seorang istri mengerjakan puasa tathawwu’ tanpa izin suaminya. Namun, Jika ia melakukan puasa qodho’ (ganti) yang harus segera di qodho’,
maka ia tidak boleh membatalkannya.
Imam
Syafi’i
menashkan dalam Al-Umm ia tidak
boleh membatalkannya, karena ia mulai melakukan kewajiban dan tidak ada udzur
untuk menghentikannya, sehingga ia wajib menyempurnakan qodho’nya.
Siapa yang
melakukan puasa sunnah, tidak
wajib menyempurnakan puasanya namun disunnahkan.
Seandainya puasanya batal,
maka ia tidak
wajib mengqodhonya,
akan tetapi disunnahkan.
Jika
ia membatalkan tanpa adanya udzur darurat, maka makruh dan ia terkesan
memainkan ibadah sunnah. Kecuali jika karena udzur seperti, berbuka
karena memuliakan tamu.
referensi:
1. Kifayatul Akhyar Syarh Matan Abu Syuja'.
2. fiqih Islam Wa Adillatutu, dr. Wahwah Az-Zuhaili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar