Oleh : Aminatul Munawaroh*
Mahasiswa merupakan
salah satu penggerak kemajuan sebuah negara, serta menjadi tolak ukur kesuksesan pendidikan dalam negara tersebut.
Barisan ini diisi oleh para pemuda yang sedang menempuh jenjang pendidikan di
sebuah perguruan tinggi.
Menurut Guardian of Value salah
satu peran mahasiswa adalah menjaga nilai-nilai masyarakat yang kebenarannya
mutlak, yaitu menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas,
empati, dan sifat yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat lainnya. Seiring bergantinya zaman, peran
tersebut nampaknya sudah mulai pudar di kalangan mahasiswa. Mereka tidak lagi
peduli dengan kondisi serta suara hati rakyat, namun mereka disibukkan dengan
tugas-tugas individu yang mereka terima dari para dosen.
2218
BANGKITNYA PERAN MAHASISWA
Bulan Februari merupakan titik awal kebangkitan mahasiswa
setelah lama absen dari perannya sebagai penjaga nilai-nilai kemasyarakatan.
Hal ini ditandai dengan pemberian kartu kuning oleh Zaadit Taqwa (ketua BEM UI)
kepada presiden Jokowi.
Pemberian kartu ini terjadi setelah
presiden Jokowi memberikan sambutan pada acara Dies Natalies ke-68 hari
Jum’at 2 Februari 2018 di UI Depok. Menurut Zaadit aksi pemberian kartu
kuning merupakan bentuk peringatan atas
hasil kerja presiden selama 4 tahun yang
masih menyisakan tugas-tugas yang belum terlaksana seperti: gizi buruk yang dialami penduduk Asmat di Papua, yang mana pada tahun 2017 daerah ini memiliki dana otonomi khusus dengan
anggaran pembangunan sebesar Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47
triliun untuk Provisi Papua Barat.
Masalah kedua yang menjadi sorotan
ketua BEM UI adalah usulan pemerintah tentang pengangkatan Kapolri Irjen
Mochamad Iriawan sebagai plt gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen
Martuani Sornim sebagai plt gubernur Sumatra Utara. Langkah ini dinilai akan memunculkan
dwifungsi Polri/TNI, yang dikhawatirkan
dapat mencederai netralitas Polri/TNI.
Sedangkan masalah ketiga yang disoroti, adalah adanya draf peraturan baru
organisasi mahasiswa (ormawa). Salah satu point dari draf peraturan baru
tersebut adalah larangan bagi organisasi kemahasiswaan untuk berafiliasi dengan
organisasi ekstra kampus. Selain itu, peraturan baru ini hanya mengakui
organisasi lintas perguruan tinggi yang berdasarkan bidang keilmuan. Akibatnya,
organisasi non-keilmuan seperti aliansi BEM seluruh Indonesia harus dibubarkan.
Dengan demikian peraturan baru ini dinilai mengancam kebebasan berorganisasi
dan gerakan kritis mahasiswa.
MANAKAH
YANG LEBIH SOPAN?
Banyak warganet yang memperdebatkan sikap ketua BEM UI ini.
Diantara mereka ada yang kecewa dan sangat menyayangkan sikap ini, mereka
berargumen bahwa sikap Zaadit memberikan kartu kuning merupakan sikap yang tidak sopan. Ada pula
kubu yang berargumen bahwa masalah ini bukanlah masalah yang besar dan tidak
perlu diperdebatkan.
Sementara kubu ketiga
berargumen bahwa sikap Zaadit merupakan sikap yang sangat bijak bahkan mereka
membandingkan dengan aksi protes seorang wartawan Irak yang melempar sepatu ke
arah Presiden AS George W. Bush atau membandingkannya dengan aksi demonstrasi
membawa kerbau yang ditulis ‘SBY’.
Perdebatan ini juga sampai ke politisi, salah satunya adalah
politisi PDI-P, Eva Kusuma Sundari yang mengingatkan soal tata krama. Sementara
politisi lain seperti Fahri Hamza, mengatakan “bravo” untuk Zaadit. Namun, Jika
kita lihat bagaimana cara yang Zaadit gunakan dalam mengemukakan pendapatnya,
maka akan terlihat lebih sopan dan beradab dari pada wartawa Iraq yang
melemparkan sepatu kearah Presiden Bush dan demostrasi yang dilakukan pada era
Presiden SBY.
HAKIKAT
KARTU ZAADIT
Apabila perkara ini diperhatikan dengan seksama maka akan
muncul sebuah pertanyaan yaitu apa hakikat kartu kuning yang diberikan Zaadit
untuk Presiden? Jika dalam ajang sepak bola, kartu kuning merupakan bentuk
peringatan wasit kepada seorang pemain agar lebih berhati-hati dalam bermain, sekaligus sebagai peringatan terakhir untuknya agar tidak
melakukan kesalahan yang mengakibatkan dirinya dikeluarkan dari permainan
tersebut.
Lain halnya dengan kartu kuning yang Zaadit berikan untuk Presiden. Bagi kami para
mahasiswa, kartu
ini hakikatnya adalah ungkapan cinta serta kepedulian kami
kepada Presiden.
Dengan rasa cinta serta kepedulian kami
sebagai mahasiswa, menjadikan kami seperti alarm yang siap mengingatkan
Presiden ketika ia lalai atau belum optimal dalam menjalankan tugas-tugas
kepemimpinan. Dan tiga masalah yang diungkapkan oleh kawan kami Zaadit,
merupakan sebagian kecil dari masalah-masalah yang terjadi di negeri ini.
Harapan kami sebagai mahasiswa dan bagian dari
rakyat Indonesia, agar pemerintah bisa menimbang masalah mana yang lebih
diprioritaskan untuk segera diselesaikan, serta menjadi pendengar atas aspirasi
yang kami suarakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar