MERAKIT ASA PERSATUAN
Bersatu adalah “banyak” yang menjadi “satu”. Agama
islam tidaklah mengelak adanya perbedaan. Bukankah memang Allah yang menjadikan
perbedaan itu ada? Bahkan Allah tidak mensyari’atkan untuk memaksa orang lain
memeluk islam. Itu pilihan. Hey, berbeda tidak sama dengan berpecah. Beda
pendapat itu biasa, dan berpecah itu masalah. Bukankah manusia memang diciptakan
dengan kepala yang berbeda-beda dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda pula
sesuai kondisi lingkungan dan permasalahan yang dihadapinya?
Namun tidak semua perbedaan bisa di“iya”kan
oleh agama. Syari’at mempunyai tatacara ibadah yang sehat sejak zaman dahulu yang Allah tetapkan sesuai
kehendak-Nya. Dari zaman nabi Adam sampai kita saat ini bahkan kelak sampai
akhir zaman. Yang menjadi maklum dari
perbedaan adalah jika perbedaan pendapat itu tidak loncat dari jalur syari’at, masih
dalam koridor yang sehat, seperti perbedaan dalam permasalahan fikih ibadah.
Sebagai hamba Allah yang beriman, tidak ada yang
menjadikan beda derajat satu hamba dengan yang lain kecuali nilai ketaqwaan.
Lalu “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah akan memberikan
jalan keluar (untuk permasalahannya)”. Untuk merakit asa persatuan ummat,
tentu kita butuh memperbaiki nilai taqwa. Dari mana kita memulai? Dari diri
kita sendiri. Tanamkan dalam sanubari bahwa persatuan bisa diraih dengan saling
menghargai dan saling menghormati. Bukankah itu yang dilakukan para sahabat,
tabi’in dan ulama’ kita? Kepada merekah kita beriqtida’.
Persatuan adalah langkah awal dari sebuah kejayaan.
Dengan meningkatkan persatuan, kita mampu melejitkan visi besar agama kita,
yaitu li I’ilaai kalimatillah (untuk menegakkan kalimat Allah). Ya, itu
adalah visi kita. Persatuan ummat islamlah yang ditakuti oleh manusia yang
ingin meredupkan cahaya agama Allah, padahal Dialah pemilik semesta ini dan
pencipta mereka yang ingin meredamkan cahaya-Nya.
Kemenangan agama islam pasti terjadi, karena itu telah
termaktub dalam sabdanya. Namun yang dipertanyakan adalah peran kita dalam
kemenangan itu. Dimanakah kita? Termasuk pejuangnya ataukah pecundang? Tentu menjadi
pejuang adalah pilihan. Dalam suatu pilihan ada konsekuensi yang berlaku. Jika
kita ingin menjadi pejuang maka yang kita perjuangkan saat ini adalah
persatuan. Persatuan bukanlah hal yang mudah. Kita butuh menundukkan ego kita,
sedang masih samar dimata kita apa itu ego dan apa itu prinsip. Maka dari itu,
kita masih butuh belajar lebih dan lebih.
Ingatlah kawan, umur perjuangan itu lebih panjang dari
umur kita. Maka mulailah perjuangan itu dari sekarang sebaik mungkin dan didik
generasi esok untuk meneruskan visi yang sama. Bismillah. Wallahu a’lam bish
shawab.